Siapa yang tidak mengenal tokoh Harry Potter? Tokoh penyihir muda rekaan yang telah berhasil “menyihir” dunia hingga buku dan kisahnya mampu menghasilkan miliaran dolar Amerika bagi pengarangnya, Joanne Kathleen Rowling atau JK Rowling.
Berkat buku Harry Potter, yang kini telah menginjak seri ketujuh, JK Rowling mampu menjelma menjadi seorang penulis paling kaya di Inggris dan bahkan dunia. Buku Harry Potter telah terjual lebih dari 400 juta copy. Dan dia menjadi penulis dengan penjualan terbanyak dalam sejarah. Sunday Times Rich List (2008) mengungkap kekayaannya mencapai US$ 798 million dan menempatkannya sebagai salah satu wanita terkaya di dunia. Padahal 15 tahun sebelumnya, pada tahun 1995, dengan susah payah ia terpaksa menyalin naskah dengan mengetik ulang menggunakan mesin ketik manual.
Meskipun JK Rowling, telah muncul menjadi seorang penulis hebat, tapi siapa yang menyangka, ibu tiga anak ini memulai semuanya dari nol. Bahkan pada awal menulis kisah Harry Potter, ia sempat mendapat santunan dari pemerintah Inggris, karena masuk dalam kategori sebagai orang miskin yang layak mendapat santunan.
Jo, sebagaimana ia sering dipanggil, terlahir dari pasangan Petter dan Anne pada 31 Juli 1965. Ia memang dikenal gemar menulis sejak kecil. Bahkan, diusianya yang baru menginjak 6 tahun, ia sudah menelurkan kisah berjudul “rabbit”. Dan uniknya saat meminta pendapat ibunya, spontan ia mengatakan mengapa buku itu tidak diterbitkan saja?
Cerita tentang “rabbit” memang sederhana, tetapi imajinasi Jo yang kuat tergambar dengan baik, buku itu bercerita tentang seekor kelinci yang sedang sakit campak, lalu dikunjunggi oleh teman-temanya.“Sejak itu, aku selalu bercita-cita menjadi penulis. Sejak itu pula aku sudah tidak bisa berhenti mengutakatik kata”, ujarnya.
Kebiasaan menulis Jo terus berlanjut. Namun tidak hanya itu. Ia pun dikenal rajin menceritakan Harry Potter pada orang yang selalu mendengarkan setiap ceritanya secara antusias dan respon yang baik pun diberikan olehnya. Orang itu benar-benar tertawa saat membaca tulisan Jo. Respon temanya tersebut menjadi tolak ukur pertama bagi Jo tentang diterima atau tidak novelnya itu. Respon yang baik menjadi cambuk bagi Jo untuk meneruskan dan menuangkan apa yang ada dikepalanya.
Demi menulis akhirnya Joanne mengambil keputusan yang sangat menyulitkan hidupnya yaitu menuangkan seluruh waktunya untuk menyelesaikan Harry Potter yang secara tidak langsung membuatnya berada dalam lingkaran kemiskinan.
Ia menerima sebuah flat kecil yang kumuh di sebuah sudut kota London. Flat tersebut sebenarnya bukanlah tempat yang nyaman bagi Jo untuk menemukan informasi. Ia sering datang ke Cafe Nicholson memesan espresso dan air putih. Kemudian ia mulai menuangkan alam imajinasinya walaupun hanya pada secarik kertas tissue.
Sebenarnya, himpitan kemiskinan telah mengantar Jo mampu menyelesaikan kisah Harry Potter pertamanya. Saat itu, ia mendapat ide menulis dalam sebuah perjalanan di kereta dari Manchester ke London. Dari perjalanan itu, entah mengapa tiba-tiba ia mendapat ide untuk memulai kisah Harry Potter yang diberi judul Philosopher’s Stone.
Tentu, naskah itu tidak langsung jadi. Selepas perceraian dari suami pertamanya, ia terpaksa hidup pas-pasan kemudian makin terpacu untuk menyelesaikan naskah itu. Akhirnya, pada tahun 1995 ia berhasil menyelesaikan buku pertamanya. Tapi, karena sangat miskin, ia terpaksa mengetik ulang naskah hingga beberapa copy dengan mesin tik tua manual yang murah, hanya karena tidak mampu membayatr biaya fotocopy. “Anda mungkin tidak pernah tahu, betapa menyedihkannya hidup tanpa uang sama sekali. Kecuali jika anda sudah pernah mengalaminya, seperti yang aku alami,” katanya.
Atas dorongan untuk merubah hidup, maka ia pun lantas berusaha sekuat tenaga untuk menjual kisah tersebut. Tapi, layaknya penulis pemula lain, naskah itu pun mengalami penolakan berkali-kali dari berbagai penerbit besar. Beruntung, dari seorang agen bernama Christopher, Bloomsbury mau menerbitkan kisah tersebut.
Dan ajaib! Layaknya sihir, buku yang sempat ditolak oleh berbagai penerbit itu laku sangat keras. Bahkan, ia mendapat berbagai penghargaan atas karya tersebut. Maka, kisah hidupnya pun berubah total. Dari orang yang sangat miskin, hanya dalam waktu kurang 8 tahun, ia mampu hidup berkelimpahan dari karya Harry Potter-nya itu.
Namun, JK tidak pernah lupa pada akarnya. Keuntungan dari penjualan buku-bukunya, ia sumbangkan pada UK Comic Relief Charity. Ia pun tak lupa menyisihkan sebagain kekayaannya untuk membantu sejumlah yayasan sosial, khususnya lembaga yang banyak melakukan penelitian tentang penyakit multiple sclerolis, sebuah penyakit yang sempat merengut nyawa ibunya pada tahun 1990.
Tanpa tekad yang kuat, adanya bakat pun akan menjadi sia-sia belaka. JK Rowling membuktikannya. Meski terlahir dengan kecerdasan dan bakat menulis, ia ternyata harus menghadapi berbagai penolakan atas karyanya. Namun, dengan tekad untuk memperbaiki kualitas hidup ia pun akhirnya mampu memetik hasil nyata perjuangannya. Dan, kini ia pun menunjukkan kepedulian nyata, bahwa apa yang dicapainya, juga bisa memberi sesuatu pada sesama, karena itulah arti kesuksesan yang sesungguhnya.
Ṁ̭̥̈̅̄ṁ̭̥̈̅̄н☀('.._..')☀нṁ̭̥̈̅̄Ṁ̭̥̈̅̄
0 komentar:
Posting Komentar